Silaturahmi merupakan ibadah yang sangat agung, mudah dan membawa
berkah. Kaum muslimin hendaknya tidak melalaikan dan melupakannya. Demikian
banyak dan mudahnya alat transportasi dan komunikasi, seharusnya menambah
semangat kaum muslimin bersilaturahmi. Bukankah silaturahmi merupakan satu
kebutuhan yang dituntut fitrah manusia?. Iya, karena dapat menyempurnakan rasa
cinta dan interaksi sosial antar umat manusia. Silaturahmi juga merupakan dalil
dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak seseorang.
Allah Swt telah menyeru hambanya berkaitan dengan menyambung tali
silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya yang mulia. Allah Ta'ala
memperingatkan orang yang memutuskannya (silaturrahmi) dengan laknat dan adzab,
diantara:
وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An Nisaa’ [4]:1).
Juga sabda Rasulullah Saw:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang
senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan
umurnya), maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Bukhori dan
Muslim).
Hadits yang agung ini memberikan salah satu gambaran tentang keutamaan
silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan dilapangkan rizkinya.
Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat satu
permasalahan; yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan? Bukankah ajal telah
ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firman-Nya:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ
سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: “Maka
apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini sangatlah banyak. Di antaranya:
Pertama. Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu
tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri
dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan.
Kedua. Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat yang
terdapat di Lauh Mahfudz dan semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis dalam
Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung silaturahim,
maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, dan Allah telah mengetahui apa yang
akan terjadi padanya (apakah ia akan menyambung silaturahim ataukah tidak).
Inilah makna firman Allah Swt:
يَمْحُو اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ
Artinya: “Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).”
(QS Ar Ra’d:39).
Demikian ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang telah ditakdirkan, maka
tidak akan ada tambahannya. Bahkan tambahan tersebut adalah mustahil. Sedangkan
ditinjau dari ilmu makhluk, maka akan tergambar adanya perpanjangan (usia).
Dan yang ketiga. Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat
dan dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati.
Demikianlah sebagian keutamaan silaturahim. Tentunya tidak seorangpun
dari kita yang ingin melewatkan keutamaan ini. Apalagi bila melihat akibat
buruk dan adzab pedih yang Allah Swt siapkan bagi orang yang memutus tali
silaturahim. Karenanya, orang-orang shalih dari pendahulu umat ini membiasakan
diri menyambung silaturahim, walaupun sulit sarana komunikasi pada jaman
mereka. Sedangkan pada zaman sekarang ini, dengan tercukupinya sarana
transportasi dan komunikasi, semestinya membuat kita lebih aktif melakukan
silaturahim. Kemudahan yang Allah Ta'ala berikan kepada kita tersebut,
hendaknya dipergunakan untuk silaturahim. Mungkin salah seorang dari kita
melakukan perjalanan ke negeri yang jauh untuk wisata, akan tetapi dia merasa
berat untuk mengunjungi salah seorang kerabatnya yang masih satu kota dengannya
-kalau tidak saya katakan satu daerah dengannya- padahal paling tidak hubungan
tersebut dapat dilakukan dengan hanya mengucapkan salam. Apa beratnya
mempergunakan telepon untuk menghubungi salah satu kerabat kita dan mengucapkan
salam kepadanya?
Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu meriwayatkan,
Rasulullah Saw bersabda:
بَلُوْا أَرحَامَكُمْ وَلَوْ بِالسَّلاَمِ
Artinya: “Sambunglah
keluargamu meskipun dengan salam.” (HR. Bukhari).
Mungkin ada yang mengatakan, di antara penyebab terputusnya silaturahmi
ialah banyaknya kesibukan manusia pada hari ini dan keluasan wilayah. Tetapi
orang yang memperhatikan keadaan semisal Abu Bakar dan Umar Al Faruq Radhiyallahu'anhuma .
Pada masa pemerintahannya, meskipun banyak beban yang harus dipikul di pundak
mereka dan belum lengkapnya sarana transformasi dan komunikasi modern, akan
tetapi mereka tetap memiliki waktu untuk mengunjungi kerabatnya dan membantu
tetangganya.
Tampaknya sebab utama yang menghalangi kita bersilaturahim, karena
buruknya pengaturan dan manajemen waktu. Atau karena kita kurang begitu
mengerti besarnya dosa memutus silaturahim. Kemudian dengan kesibukan yang berlebihan
dalam kehidupan dunia, hingga kita mendapati seseorang bekerja pada pagi hari.
Setelah itu menyibukkan diri dengan pekerjaan lain pada sisa harinya. Padahal
sudah berkecukupan dalam hal rizki. Lantas, mengabaikan hak-hak keluarga,
anak-anak, kedua orang tua dan kerabatnya.
Maka sepatutnyalah engkau, wahai saudaraku muslim. Hendaklah bersemangat
memanjangkan umurmu dengan bersilaturahim. Ketahuilah, barangsiapa yang
menyambungnya, niscaya Allah Ta'ala akan berhubungan dengannya. Dan barangsiapa
memutuskannya, maka Allah pun akan memutuskan hubungan dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar