Pendahuluan
Islam sebagai
suatu kekuatan yang diperhitungkan di masa pra kolonialisme dan dalam batas
tertentu perjuangan kemerdekaan pada abad ke dua puluh, kekuatan dan sumbangan
Islam bagi perubahan sosial politik selama ini sering diabaikan, sehingga
mucullah pergolakan-pergolakan di dunia Islam, termasuk di Malaysia.
Pada awalnya,
Malaysia adalah kerajaan federal di Asia Tenggara yang terletak di semenanjung
Malaka dan sebagian Kalimantan Timur yang penduduknya mayoritas Islam dan Islam
adalah agama resmi negara, sehingga syariat Islam ditegakkan dengan baik dan
benar. Munculnya Islam di Malaysia berkat jasa para pedagang yang mempunyai
semangat yang tinggi dalam menyiarkan dan mengembangkan Islam dari Arab melalui
Malaka, yang pada saat itu menjadi pusat perdagangan.
Malaysia
dewasa ini semakin menunjukkan adanya pluralitas keberagamaan yang dapat
memberi perlindungan bagi masyarakat non melayu yang pada umumnya menganut
agama non Islam, sehingga mereka hidup berdampingan satu sama lain tanpa banyak
menimbulkan gejolak.
Perkembangan Islam di Malaysia
Azyumardi Azra
menyatakan bahwa tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara termasuk di Malaysia,
sedikitnya ada tiga teori. Pertama,
teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, Islam datang dari India, yakni
Gujarat dan Malabar. Ketiga, Islam
datang dari Benggali (kini Banglades). Sedangkan mengenai pola penerimaan Islam
di Nusantara termasuk di Malaysia dapat kita merujuk pada peryataaan Ahmad M.
Sewang bahwa, penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara memperlihatkan
dua pola yang berbeda. Pertama,
Islam diterima terlebih dahulu oleh masyarakat lapisan bawah, kemudian
berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas atau elite penguasa
kerajaan. Kedua, Islam diterima
langsung oleh elite penguasa kerajaan, kemudian disosialisasikan dan berkembang
ke masyarakat bawah.
Pola pertama
melalui jalur perdagangan dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbagai etnik
dan ras yang berbeda-beda. Di tengah komunitas yang majemuk ini tentu saja
terdapat tempat untuk berkumpul dan menghadiri kegiatan perdagangan termasuk merancang
strategi penyebaran agama Islam mengikuti jaringan-jaringan empirium yang telah
mereka bina sejak lama. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak
penguasa di mana istana sebagai pusat kekuasaan berperan di bidang politik dan
penataan kehidupan sosial, dengan dukungan ulama yang terlibat langsung dalam
birokrasi pemerintahan, hukum Islam dirumuskan dan diterapkan, kitab sejarah
ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa Muslim.
Sisa-sisa
peninggalan sejarah yang juga membuktikan perkembangan Islam di Malaysia dapat
dilihat sesudah abad ke sepuluh, pada abad ke-15 misalnya dan ketika itu Brunei
masih bergabung dengan malaysia, salah satu sumber dari Cina menyebutkan ada
enam masjid di Malaysia dan ditemukan batu nisan silsilah keturunan raja-raja
Brunei. Sultan Brunei ketika itu adalah Abdul Djalil Jabar tahun 1660,
isterinya adalah putri sultan Sukadana dari Sambas. Kemudian pada tahun 1852
ada masjid jami dibangun di daerah Kucing, pada tahun 1917 di bangun madrasah
di Malaysia yang disebut Madrasah Al-Mursyidah. Fakta-fakta sejarah ini
mengindikasikan bahwa Islam di Malaysia terus mengalami perkembangan yang
ditandai dengan perkembangan ilmu pengetauan dan pendidikan Islam semakin
mengalami kemajuan.
Memasuki awal
abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan agama
dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu
diatur melalui sebuah departemen, sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah
tahun 1948, setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah
departemen urusan agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum
Islam yang diterapkan sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi
pengadilan agama (mahkamah syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan
itu, juga ilmu pengetahuan semakin mengalami perkembangan dengan didirikannya
perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas dan jurusan agama.
Memasuki masa
pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam tetap dipengaruhi
oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah Malaysia
menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka yang
berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di
Malaysia.
Di samping
itu, ada juga undang-undang warisan Kerajaan Pahang diberlakukan di Malaysia
yang di dalamnya terdapat sekitar 42 pasal di luar keseluruhan pasal yang
berjumlah 68, hampir identik dengan hukum mazhab Syafii. Pelaksanaan
undang-undang yang berdasarkan Alquran, dan realisasi hukum Islam yang sejalan
dengan paham Syafii di Malaysia sekaligus mengindikasikan bahwa Islam di negara
tersebut sudah mengalami perkembangan yang signifikan.
Dengan adanya
proses islamisasi di Malaysia yang memainkan peranan penting dalam
mengembangkan ajaran Islam adalah ulama atau pedagang dari jazirah Arab yang
pada tahun 1980-an Islam di Malaysia mengalami perkembangan dan kebangkitan
yang ditandai dengan semaraknya kegiatan dakwah dan kajian Islam oleh kaum intelektual
dan menyelenggarakan kegiatan internasional yaitu Musabaqah Tilawatil Al-Qur’an
yang selalu diikuti qari’ dan qariah Indonesia. Selain tersebut perkembangan
Islam di Malaysia makin bertambah maju dan pesat, dengan bukti banyaknya
masjid-masjid yang dibangun, juga terlihat dalam penyelenggaraan jamaah haji
yang begitu baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan Islam di
Malaysia, tidak banyak mengalami hambatan.
Namun demikian
Malaysia yang menganut agama resmi Islam tetap menjamin agama-agama lain dan
oleh pemerintah diupayakan menciptakan ketentraman, kedamaian bagi masyarakat
walaupun pemegang jabatan adalah pemimpin-pemimpin muslim, tidak berarti Islam
dapat dipaksakan oleh semua pihak, sebagai konsekwensi semua masyarakat
termasuk non muslim harus menghargai dan menjunjung tingi konstitusi negara
kebangsaan Malaysia.
Corak Islam di Malaysia
1. Sunni Islam
Madzhab Syafi’i merupakan mazhab yang
utama di Malaysia. Bentuk ajaran lain dianggap menyimpang di kebanyakan tempat
di Malaysia. Walaupun demikian, di sebagian kawasan terpencil, masih ada elemen
Shamanism dalam ajaran Islam mereka. Masjid sudah merata di seluruh negara bagian
dan suara Azan terdengar dari masjid 5 kali setiap hari.
Kantor-kantor pemerintahan dan swasta
ditutup selama dua jam pada hari Jumat untuk menghormati para pekerja yang harus
menunaikan sholat Jumat di masjid-masjid. Di sebagian nagara seperti Kelantan,
Terengganu dan Kedah, mereka memilih hari Jumaat dan Sabtu sebagai hari libur.
2. Islam Hadhari
Istilah “Islam Hadhari” atau Islam
progresif diperkenalkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Abdullah
Ahmad Badawi, untuk menegaskan peranan utama ilmu pengetahuan dalam Islam.
Ketekunan, kejujuran, pendidikan yang baik, serta keterampilan ditempatkan pada
posisi yang sejajar. Ia juga menyeru orang-orang Islam untuk menjaga toleransi
dan memiliki wawasan yang luas.
Islam Hadhari bertujuan untuk mencapai
sepuluh prinsip utama:
a.
Keimanan dan ketaqwaan kepada Ilahi.
b.
Pemerintah yang adil dan amanah
c.
Rakyat berjiwa merdeka.
d.
Penguasaan ilmu pengetahuan.
e.
Pembangunan ekonomi yang seimbang dan komprehensif.
f.
Kehidupan berkualitas.
g.
Pembelaan terhadap kamu minoritas dan wanita
h.
Keutuhan budaya dan moral.
i.
Kelestarian lingkungan hodup
j.
Kekuatan Pertahanan dan Kesatuan.
Abdullah Mohd Zain, Menteri dalam
Jabatan Perdana Menteri, berkata bahawa “Beliau menekankan kebijaksanaan, praktik,
dan keharmonisan.” Dia menambahkan bahwa “Beliau menggalakkan kesederhanaan
tanpa menyimpang dari tuntunan al-Quran dan Sunnah.
Faktor menyebabkan Islam kuat di Malaysia
- Karena Islam dijadikan identitas melayu serta dijadikan sebagai agama resmi Negara setelah merdeka dari penjajahan pada tanggal 31 Agustus 1957.
- Kebijakan pemerintah setelah berakhirnya konflik antar etnik (1969) tentang masalah ekonomi dengan membuat sistem ekonomi baru yaitu ekonomi berbasis Islam.
- Adanya dukungan kuat dari pemerintah. Misalnya sekolah-sekolah agama yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat di Islamic College dan National University of Malaysia.
Peradaban Islam di Malaysia
a.
Bidang Ideologi
Secara konstitusinal, Islam menikmati
status resmi sebagai agama negara Federasi Malaysia. Seperti di banyak negara
muslim lain. Islam telah menjadi ideologi utama kaum oposisi.
Pengaruh Islam terhadap penduduk asli Malaysia, yaitu berakar sangat dalam.
Sejak mereka membuang kepercayaan animesme dan memeluk Islam selama masa
kerajaan Malaka (abad XV), bangsa Melayu tak pernah pindah agama. Barangkali tidak semua mereka itu muslim yang taat, tapi
kesetiaan, nilai-nilai, keyakinan dan sentimen Islami selalu hadir dan menembus
kebudayaan Melayu serta sistem nilai dalam berbagai tingkat kekentalan. Agama
Islam di Malaysia adalah agama negara atau agama resmi di Malaysia. Walau
demikian, konstitusi Malaysia juga menjamin bahwa agama-agama lain dapat di
amalkan dengan aman dan damai diseluruh Malaysia.
b.
Politik
Khusus dalam bidang politik, kesan
pertama tentang pengaruh modernisme ialah sikap pro-kolonalisme, baik di
kalangan mereka yang berpendidikan sekuler maupun agama. Di Malaysia, tokoh
pertama yang menyerah pada tekanan peradaban barat modern bahkan bekerjasama
dengan pemerintah kolonial ialah, Abdullah Munshi (1796-1854). Tidak hanya
membantu para penguasa Inggris, Abdullah juga banyak membantu para pendeta dan
Misionaris Kristen dalam penerjemahan Injil ke dalam Bahasa Melayu.
Dengan kedudukannya sebagai generasi
pertama gerakan modernisasi dengan berani ia mengecam feodalisme sebagaimana
tercermin dalam catatan perjalanannya ke Kelantan atas perintah Inggris. Dari kalangan-kalangan pembantu pengawas sekolah-sekolah
Melayu, yang bersikap prokolonialisme ialah Muhammad Yusuf Ahmad. Menurutnya
kedatangan Inggris diperlukan untuk memerintah negeri tersebut menjaga hak dan
kepentingan orang-orang Melayu, dan melatih mereka dalam hal-hal yang tidak
diketahui. Sesudah berdirinya badan-badan Melayu semi
politik itu, baru muncul “organisasi” politik, yang sebenarnya. Di antara
organisasi-organisasi politik awal yang mendukung gagasan nasionalisme
konservatif adalah UMNO. Kemudian organisasi-oraganisasi yang anti
kolonialisme, seperti KMM, PKMNI, API, dan PRM. Sebenarnya
organisasi-organisasi yang berseberangan dengan UMNO tak
menolak secara tegas sistem feodalisme. Mereka hanya mengecam secara tak
langsung kaum feodal Melayu dan para pendukungnya.
Akhirnya, dalam pembahasan tentang pemikiran modernisme dalam politik,
barangkali tidak ada unsur yang lebih penting untuk dibicarakan selain aliran
sekularisme. Konsep sekularisme merujuk kepada Turki sebagai modelnya dan
Mustafa Kamal Attaruk sebagai tokohnya. Kemudian sekularisme ala Turki
berkembang di Malaysia, tokoh yang banyak menulis tentang Mustofa Kamal ialah
Ahmad bin Ismail.
Dengan kenyataan ini, jelaslah bahwa
sekularisme sebagai unsur modernisme memang mendapat lahan subur di Malaysia.
Paham tersebut akan semakin bertambah dengan adanya beberapa tokoh dan aktivis
Islam yang turut bekerjasama memperkokohnya dari masa ke masa.
c.
Sosial dan Budaya
Dalam bidang sosial, pengaruh
modernisme yang terpenting ialah masuknya unsur liberalisme dan feminisme, yang
menyentuh emansipasi wanita seperti masalah profesi, busana, pergaulan, dan
kepemimpinan.
Pertumbuhan pemikiran liberalisme dan
emansipasi wanita di Malaysia dimulai pada awal abad ke-20 melalui majalah
al-Iman di Singapura. Dengan tujuan membangkitkan kesadaran kaum wanita,
al-Iman membandingkan peranan wanita barat yang berusaha sendiri mencari
nafkah, termasuk bekerja berat yang memerlukan kekuatan jasmani. Elemen lembaga Melayu secara keseluruhan sebenarnya tidak
menolak kemajuan atau modernitas. Modernitas juga turut meruntuhkan nilai-nilai
tradisi Melayu yang sangat menjadi perdebatan di kalangan para ulama’ Malaysia
adalah tentang busana dan
peranan wanita.
Sepatutnya kita berterima kasih kepada
modernitas, tetapi sebaliknya, karena modernitas pulalah beberapa ulama’
terpaksa menggaruk kepala yang tak gatal, karena modernitas telah melampui
batas yang ditetapkan oleh Islam.
d.
Ekonomi
Sejarah pemikiran modernitas dalam
ekonomi dari malaysia diawali dengan fenomena materialisme. Memang fenomena ini
tidak dapat ditafsirkan sebagai pengaruh Barat. Tetapi dalam konteks ini harus
dipandang sebagai pengaruh barat, karena kecenderungan para pendukungnya yang
sering memandang dunia barat sebagai Model negara maju dan kaya. Unsur materialisme berjalan seiring dengan kapitalisme
yaitu suatu sistem yang mementingkan kelompok kecil kelas pemilik modal.
Ciri kapitalisme yang penting ialah
bunga atau riba, di kalangan masyarakat Melayu terdapat beberapa jenis kegiatan
yang melibatkan riba. Pertama, berhutang dengan jaminan tanah kepada renternir.
Begitu seriusnya masalah ini dapat disaksikan, misalnya pada 1933, dianggarkan
jumlah hutang orang Melayu di negeri Melayu bersekutu meningkat hampir $ 4
juta, dan dari jumlah itu sebanyak $ 2, 986,246 adalah hutang melalui agunan
tanah simpanan Melayu.
Dalam menghadapi situasi tersebut,
tokoh Islam termasuk Sayid Syekh al-Hadi merasa berhutang dan menyalahkan orang
Melayu karena tindakan yang merugikan itu. Secara tak
langsung, para pemuka itu tidak menyukai kegiatan yang melibatkan satu bentuk
paham kerakyatan ala sosialisme. Mereka berpendapat bahwa, masyarakat Melayu
makin lama makin miskin.
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Haji Abdullah. 1990. Pemikiran
Umat Islam Di Nusantara: Sejarah dan Perkembangannya Hingga Abad Ke-19. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Azyumardi Azra. 1994. Jaringan Ulama
Timur Tengah dan kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan.
Zainah Anwar. 1990. Kebangkitan Islam di Malaysia. Jakarta: LP3ES.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar